Rabu, 17 April 2013

SOAL UTS + JAWABAN EKOLOGI HEWAN



 JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH  EKOLOGI HEWAN




Mata Kuliah
EKOLOGI HEWAN


Dosen Pembina
HUSAMAH, S.Pd
Program Studi
PENDIDIKAN BIOLOGI
Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas
NUSEELA DUEREH
201110070311095 / IV C










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013


PETUNJUK PENGERJAAN TAKE HOME
1.        Untuk memahami soal-soal take home ini, sebaiknya Anda berdiskusi dengan teman. Lalu kemudian, silahkan jawab sesuai dengan literatur yang Anda miliki dan sesuai dengan pemahaman masing-masing. Jawaban yang menurut dosen pembimbing memiliki tingkat kesamaan tinggi/mencurigakan maka tidak akan diproses!
2.        Setiap jawaban sebaiknya juga dilengkapi dengan literatur. Jadi, jawab dulu sesuai dengan pemahaman Anda dan dukung dengan literatur! Tuliskan literatur yang anda gunakan pada bagian akhir. Jawaban yg bersumber dari buku dan jurnal ilmiah maka akan ada nilai tambah.
3.        Perhatikan teknik penulisan, banyak sedikitnya salah ketik dan kebakuan kalimat juga menjadi penilaian!
4.        Jawaban ini juga harus di-upload di blog masing-masing. Jika Anda bisa me-linkan jawaban dengan literatur maka ada nilai tambah.



SOAL
1.        Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.
Jawaban :
Disini yang dimaksud dengan hewan poikilotermik itu sendiri adalah : hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya, dan termasuk golongan pada hewan golongan ini adalah reptil, ikan dan ampibi. Pada golongan hewan poikilotermik disini sangat membutuhkan oksigen jadi hewan yang termasuk dalam golongan poikilotermik bisa mengendalikan hama tanaman, karena pada hewan ini hidupnya menyesuaikan dengan lingkungan dan suhu sekitar, jadi bisa bermanfaat bagi lingkungan sekitar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Poikiloterm )
Pada kasus ulat bulu yang meyerbu tanaman mannga di probolinggo tahun 2010 karena pada ulat ini juga termasuk pada golongan hewan poikilotermik. Dari beberapa penelitian menyebutkan gejala – gejala yang menyebabkan terjadinya banyaknya ulat bulu adalah :
1.      Yang pertama, ulat bulu menyerang karena mereka memerlukan tempat untuk metamorfosis. Mengapa pohon mangga jadi sasaran? Pohon mangga memiliki kelembaban yang cocok, yang disukai ulat saat spesies itu berubah jadi kepompong. Semua tau kan, Probolinggo adalah penghasil mangga manalagi yang sangat besar di Indonesia dan kebetulan ulat-ulat merasa paling ‘klik’ berada di pohon mangga saat mau berubah menjadi kepompong.
2.      Yang kedua, secara ekologi sebuah populasi dapat meledak karena lenyapnya predator. Predator ulat adalah kelelawar, tokek, atau burung kecil. Berkurangnya mereka menyebabkan bebasnya kupu-kupu dan sang ulat berkembang bebas. Mungkin di daerah terjadinya wabah, para predator lenyap, mungkin di buru untuk dijadikan makanan (kelelawar) atau sebagai komoditi (tokek) atau semata untuk hiasan di rumah (burung).
3.      Yang ketiga, seleksi alam tidak dapat diabaikan. Pestisida telah mengembangkan kemampuan kekebalan bagi berbagai jenis hama. Daerah lokasi wabah kemungkinan merupakan daerah pertanian yang intensif pestisida. Mungkin pestisida yang digunakan masyarakat sudah tidak lagi mampu menghadapi ulat yang telah mengevolusikan kekebalan alamiah lewat seleksi alam.
4.      Yang keempat, tanaman inang sering memiliki zat racun didalamnya dan ulat bulu mampu memanfaatkan zat ini dan mempertahankannya ke tahap dewasa. Hal ini membuat mereka tidak dapat dimakan oleh burung dan predator lainnya. Kemampuan ini ditunjukkan dengan warna peringatan putih, hitam, merah cerah atau jingga. Kimiawi racun dalam tanaman ini sering berevolusi secara spesifik untuk mencegah mereka dimakan oleh serangga. Serangga pada gilirannya mengembangkan perlawanan atau membuat racun ini menjadi senjata pertahanan hidup mereka sendiri. Balapan senjata ini membawa pada evolusi bersama serangga dan tanaman inangnya.
5.      Yang kelima, anomali cuaca atau cuaca yang tidak menentu dalam beberapa tahun terakhir. Hujan yang terus menerus terjadi di sejumlah kawasan, mengakibatkan musuh alami ulat yakni sejenis predator bernama “Braconid” dan “Apanteles” tidak mampu bertahan hidup. Sehingga musuh alami itu tidak bisa lagi mengontrol populasi ulat bulu yang semakin banyak, dan mengakibatkan ulat itu berkembangbiak secara cepat dan menyebar ke lingkungan penduduk. Dalam proses sirkulasi kehidupan ulat saat masih menjadi telur, musuh alami ulat itu selalu memberikan parasit pada telur ulat, sehingga dari ribuan telur, hanya beberapa telur saja yang lolos dari parasit dan bisa menjadi ulat. Namun akibat hujan yang terus menerus terjadi, proses kehidupan musuh alami tersebut terganggu, sehingga tidak mampu memberikan parasit pada telur ulat, akibatnya populasi ulat tidak bisa terkontrol dan menjadi banyak.

2.        Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!
Jawaban :
Kelimpahan kijang Pada masa sekarang, muncak hanya dapat ditemui di Asia Selatan dan Asia Tenggara, mulai dari India, Srilangka, Indocina, hingga kepulauan Nusantara. Beberapa jenis diintroduksi di Inggris dan sekarang banyak dijumpai di sana.( http://id.wikipedia.org/wiki/Kijang)
Intensitas pada kijang itu sendiri Kijang (Muntiacus muntjak) biasa juga disebut kidang atau muncak, merupakan mamalia asli Indonesia, dengan ciri-ciri ukuran tubuh tidak lebih besar dari Kambing Otawa, berkaki empat dengan kaki depan sedikit lebih kecil dari pada kaki belakang, kulit bagian atas berwarna coklat emas berambut licin seperti berminyak sedangkan pada bagian bawah tubuh berwarna putih, Kijang jantan mempunyai ranggah (tanduk) yang pendek, tidak melebihi setengah dari panjang kepala dan bercabang dua, kijang memiliki ekor pendek dan yang menarik perhatian saya bahwa ternyata kijang memiliki taring yang keluar.
Prevalensi kijang adalah pada saat ini kondisi dari kijang tersebut adalah pada masa sekarang kijang sudah dijadikan hewan langkah dan harus dilestarikan.
Disperse Kijang adalah Kijang jantan mempunyai tanduk kecil yang mencapai kepanjangan 15 cm dan hanya 1 cabang. Ia tumbuh tahunan dari tunggul bertulang di kepala. Kijang jantan mempertahankan kawasannya dan amat garang berbanding saiznya. Ia akan berjuang sesama sendiri bagi mengawal wilayahnya dengan menggunakan tanduk atay (lebih merbahaya) gigi kanine atas seperti gading, dan mampu mempertahankan diri mereka dari pemangsa seperti anjing.
Fekunditas kijang adalah Kijang (Muntiacus muntjak) dapat melahirkan sepanjang tahun dengan usia kehamilan berkisar 6 – 7 bulan dan melahirkan 1 – 2 ekor dengan berat ± 1 kg.
Kelulus hidupan kijang kehidupan kijang selalu berkelompok, habitatnya Kijang (Muntiacus muntjak) hidup di hutan tropika hingga mencapai ketinggian 2000 m dari permukaan laut, di wilayah India, Indonesia ke timur sampai Jawa, dijumpai di Cina sampai Taiwan. Kijang (Muntiacus muntjak) biasa ditemukan di daerah yang mempunyai vegetasi yang rapat di daerah perbukitan dengan ketinggian sampai 3000 m, semak-semak dan di bawah pohon yang berbuah.
3.        Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!
Jawaban :
Aplikasi konsep interaksi populasi khususnya pada Parasitisme adalah hubungan antara dua individu, yaitu antara parasit yang memperoleh keuntungan dan hospes yang dirugikan. Parasitisme tersebut terutama adalah mengenai koaxi dalam makanan, dan juga perlindungan parasit oleh inangnya. Suatu parasit tidak akan membunuh inangnya dengan segera, sebelum dapat menyelesaikan daur reproduksinya. Bila parasit segera membunuh inangnya segera setelah infeksi, maka parasit tidak bisa berreproduksi dan akan punah. Keseimbangan antara hospes dan parasit akan terganggu jika hospes tersebut menghasilkan antibody atau bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit terganggu jika hospes tersebut menghasilkan antibody atau bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit. contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.
Pada Aplikasi konsep interaksi populasi khususnya pada Parasitoid adalah sekelompok insect yang dikelompokkan dengan dasar perilaku bertelur betina dewasa dan pola perkembangan larva selanjutnya. Terutama untuk insect dari ordo Hymenoptera, dan juga meliputi banyak Diptera. Mereka hidup bebas pada waktu dewasa, tetapi betinanya bertelur di dalam, pada atau dekat insect lain. Larva parasitoid berkembang di dalam (atau jarang pada) individu inang yang masih tingkat pre-dewasa. Pada awalnya hanya sedikit kerusakan yang tampak ditimbulkan terhadap inangnya, tetapi akhirnya hampir dapat mengkonsumsi seluruh inangnya dan dengan demikian makan dapat membunuh inang tersebut sebelum atau sesudah stadium kepompong (pupa). Jadi parasitoid dewasa, bukan inang dewasa yang akan muncul dari kepompong. Sering hanya satu parasitoid yang berkembang dari tiap inang, tetapi pada beberapa kejadian beberapa individu hidup bersama dalam satu inang. Jelasnya parasitoid hidup bersama akrab dengan individu inang tunggal (seperti pada parasit), mereka tidak menyebabkan kematian segera atas inang (seperti pada parasit), mereka tidak menyebabkan kematian segera atas inang (Seperti parasit dan juga “Grazers”), tetapi juga dapat menyebabkan kematian (seperti pemangsa).
4.        Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!
Jawaban :
Nilai ataupun konsep yang ditumbuhkan ketika mereka mengenal ekologi hewan sangatlah bermanfaat murid-murid bisa mengerti melestarikan lingkungan sekitar apalagi terhadap hewan maupun tumbuhan langkah. Contohnya saja banyak yang menyukai Arboretum yang di miliki UKM TEB, oraganisasi tersebut bisa membuat ataupun menarik wisatawan dari TK,SD,SMP,SMA bahkan Mahasiswa untuk ingin lebih mengetahui keindahan arboretum milik UMM, yang dikelola oleh orang TEB,
Dengan adanya arboretum tersebut bisa mengajarkan anak-anak untuk melestarikan lingkungan sekitar, betapa berharganya ketika kita bisa melestarikan tumbuhan maupun hewan langkah, dan bisa juga buat ilmu pengetahuan.

5.        Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!
Jawaban :
Disini hewan yang saya gunakan untuk memonitoring contohnya saja hewan Rusa yang terdapat di Arboretum.
            Prinsip pada hewan rusa sambar
Ø  Jenis rusa yang ada di Arboretum adalah jenis rusa sambar (Cervus unicolor)
Ø  Prinsip pada rusa sambar adalah mereka adalah hewan yang tidak suka mengganggu kalau manusia tidak mengganggu duluan, hewan tersebut suka memakan herbivora.
Praktik pemanfaatan hewan rusa sambar disini sangatlah bermanfaat :
Ø  Yang pertama bagi pengetahuan, kita bisa mengetahui kehidupan sehari-hari rusa,tingkah laku, ekosistem, dan ekologinya rusa tersebut.
Ø  Yang kedua bagi wisata yang melihat bisa tahu bentuk bagaimana rusa tersebut adakah perbedaan dari kijang.
6.        Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!
Jawaban :
Pengetahuan bagi aktivitas konservasi sangatlah banyak, hewan yang saya ambil disini adalah hewan kijang.
Pengertian Relung sebagai fungsi komunitas(disebut relung kelas 1). Dalam pengertian ini, relung berarti tempat hewan didalam lingkungan biotiknya, dalam hubungannya dengan makanan dan musuh. Relung ini juga da[pat disebut relung komunitas. Misalnya, ular berperan sebagai pemangsa katak dan merupakan makanan burung elang. Dalam rantai makanan, relung dalam pengertian ini dinyatakan sebagai tingkat trofik, artinya jika suatu hewan menduduki suatu tingkat trofik tertentu maka tingkat trofik tersebut merupakan relungnya didalam ramtai makanan. Misalnya :Kijang memduduki tingkat trofik II mempunyai relung sebagai trofik II bagi organisme lain dalam rantai makanan yang diduukinya: dalam rantai makanan tersebut kijang mempunyai relung sebagai pemangsa produsen dan menjadi mangsa dari konsumen yang menduduki trofik di atasnya.
Pada hewan kijang termasuk relung ekologi, dalam relung ekologi merupakan tempat dimana menentukan habitatnya dan menentukan status organisme dalam suatu komunitas dan mengetahui kegiatan atau aktivitas terutama mengenai sumber pangan dan energinya, laju metabolisme dan pertumbuhannya, pengaruh terhadap organisme lain sehingga mampu megubah hal-hal yang penting di dalam suatu ekosistem. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi relung ekologi disini adalah yang pertama Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring makanan (relung trofik), yang kedua Kisaran suhu, kelembaban, salinitas yang diterima oleh setia spesies dalam suatu habitat ( relung multidimensional) dan yang ketiga Tempat atau ruang spesies hidup relung habitat.

Jumat, 12 April 2013

Morfologi dan Metamorfosis Rayap

Rayap, seperti mahluk hidup lainnya memiliki bentuk yang beragam sesuai dengan jenis dan kastanya. Prajurit, pekerja dan reproduktif memiliki bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan fungsi yang berbeda antar kasta. Misal, rahang prajurit yang berbentuk capit sangat kuat untuk mencapit namun tidak bisa untuk makan langsung, harus disuapi. Ini berbanding terbalik dengan rahang pekerja yang kecil dan pendek karena khusus untuk makan dan menyuapi anggota koloni yang lain.Rayap, seperti mahluk hidup lainnya memiliki bentuk yang beragam sesuai dengan jenis dan kastanya. Prajurit, pekerja dan reproduktif memiliki bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan dan fungsi yang berbeda antar kasta. Misal, rahang prajurit yang berbentuk capit sangat kuat untuk mencapit namun tidak bisa untuk makan langsung, harus disuapi. Ini berbanding terbalik dengan rahang pekerja yang kecil dan pendek karena khusus untuk makan dan menyuapi anggota koloni yang lain. Rayap, juga memiliki siklus metamorphosis mulai dari telur hingga menjadi dewasa yang dapat menjadi berbagai bentuk kasta yaitu pekerja, prajurit dan pekerja. Para peneliti yakin bahwa ratu rayap yang akan menentukan bentuk akhir sang nimfa melalui semacam sinyal telepati yang dikirimkan via antenna. Di antara semua anggota koloni rayap, hanya kasta pekerja yang bisa makan langsung dari sumber makanan. Kasta lainnya menunggu disuapi oleh kasta pekerja.

Kamis, 11 April 2013

klasifikasi rayap

Seperti manusia , hewan juga memiliki klasifikasi tertentu tenbtang koloninya . Berikut bagian - bagiannya Ratu Rayap Ratu Rayap dapat hidup sampai dengan 30tahun, bahkan lebih. Dan selama hidupnya ratu hanya bertelur dan tetap berada di inti sarang dan tidak keluar sampai akhir hayatnya dan mampu bertur sampai 10.000 butir per hari. Hanya ada satu ratu di setiap koloni rayap. Ukuran ratu Macrotermes dewasa dapat sebesar jempol pria dewasa bahkan lebih. Meskipun belum dapat dibuktikan secara ilmiah, ratu rayap dipercaya dapat menentukan masa depan nimfa entah itu akan menjadi pekerja, laron atau prajurit dengan menggunakan frekuensi suara tertentu yang di kirimkan kepada nimfa. 2. Raja Rayap Raja Rayap Berbeda dengan raja semut yang segera mati setelah tak lama menghasilkan keturunan dengan ratu semut, raja rayap menemani sang ratu rayap seumur hidupnya. Ukuran raja rayap pada umumnya hanya 1/10 dari ukuran ratu rayap. Ukuran raja rayap hanya bertambah sedikit setelah menemani sang ratu. Dalam satu koloni hanya ada satu ratu dan raja. 3. Nimfa Nimfa merupakan bayi rayap yang akan menjadi pekerja, laron atau prajurit sesuai dengan kebutuhan koloni rayap. Sang ratu sendiri yang akan menentukan kebutuhan koloni. 4. Rayap Pekerja Rayap pekerja dapat berjumlah hingga 85% dari sebuah koloni. Kelangsungan hidup sebuah koloni rayap tergantung dari rayap pekerja karena hanya merekalah yang dapat mengkonsumsi kayu dan membagikannya kepada seluruh anggota koloni rayap yang lain. Dengan kata lain merekalah yang menyuapi makanan kepada seluruh anggota koloni yang lain (ratu, raja, prajurit, nimfa dan telur). Mereka adalah pencari sumber makanan yang gigih, dan dipercaya jangkauan mereka dapat mencapai sejauh 50 meter bahkan lebih dari sarang. Mereka juga berfungsi membersihkan wajah (grooming) seluruh anggota koloni. Dan yang perlu diingat adalah, hanya mereka yang merusak bangunan kita. 5. Rayap Prajurit Rayap prajurit berjumlah sampai dengan 15% dari seluruh anggota koloni. Merekamempunyai bentuk rahang khusus untuk bertempur dan menjaga diri mereka. Rayap prajurit memiliki kepala yang sangat keras dan tidak akan hancur apabila ia mati. Rayap prajurit menjaga dan menemani rayap pekerja di sekitar sumber makanan untuk berjaga dari serangan predator (semut) maupun koloni rayap lain. Rayap prajurit akan membunyikan alarm kepada koloni apabila timbul ancaman atau bahaya bagi koloni, entah itu adanya bau kimia, gangguan hewan / manusia maupun serangan dari predator dan koloni rayap lain dengan cara membenturkan kepalanya di terowongan tanah mereka dan alarm ini akan menyebabkan rayap pekerja dan prajurit untuk berpencar dan bersembunyi di tempat yang mereka anggap aman (misal retakan tembok) dan akan bekerja kembali setelah bau kimia / keadaan dianggap aman. Berpencarnya anggota koloni akan menyebabkan terbentuknya satelit koloni (koloni yang terputus dari sarang), namun tetap memiliki potensi merusak bangunan. 6. Laron Sama halnya seperti semut, koloi rayap juga memiliki laron namun berbeda bentuk. Laron diterbangkan oleh koloni rayap 2 kali dalam setahun dalam keadaan udara yang agak hangat dan angin yang tidak terlalu kencang. Hal dilakukan untuk meningkatkan harapan hidup laron terhadap gangguan alam. Laron akan mencari pasangannya dibawah sinar lampu. Setelah mereka menemukan pasangannya, maka mereka akan memutuskan sayap mereka dan akan berjalan beriringan mencari celah di tanah atau di bangunan

BIOLOGI DAN PERILAKU RAYAP

Pendahuluan Bagi masyarakat pengendali hama, pengenalan, biologi dan perilaku (etologi) rayap merupakan pengetahuan esensial, sedangkan bagi masyarakat umum hal ini di samping bermanfaat sebagai penambah pengetahuan untuk menghindari kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh oleh kerusakan terhadap bangunan habitat pemukimannya, karena dengan demikian dapat dilakukan tindakan atau perlakuan khusus untuk mengendalikan hama perusak kayu ini. Gambar 1. Penulis di Laboratorium Rayap Pusat Studi Ilmu Hayati IPB, dengan model-model rayap (Foto: PSIH IPB) Kepustakaan mengenai rayap sudah ada sejak akhir abad ke-19, tetapi terutama berkembang selama abad ke-20. Di antara peneliti dan penulis penting yang memberikan keterangan menyeluruh adalah : Kofoid (1946) dan Krishna dan Weesner (1970). Masyarakat umum juga sudah memaklumi bahwa rayap adalah serangga yang merugikan karena merusak (makan) kayu. Ini tergambar dalam pepata lama : "bak kayu dimakan rayap" yang mengungkapkan kehancuran, kelemahan atau deteriorasi -- atau -- "anai-anai makan di bawah" -- mengungkapkan proses kerusakan yang tak tampak atau tersembunyi. Kedua ungkapan ini diambil dari aspek-aspek biologi dan perilaku rayap yaitu: rayap makan kayu dan hidupnya (habitat dan proses makannya) tersembunyi (kriptobiotik ). Di seluruh dunia jenis-jenis rayap yang telah dikenal (dideskripsikan dan diberi nama) ada sekitar 2000 spesies (dari padanya sekitar 120 spesies merupakan hama), sedangkan di negara kita dari kurang lebih 200 spesies yang dikenal baru sekitar 20 spesies yang diketahui berperan sebagai hama perusak kayu serta hama hutan/pertanian. Apa yang dikemukakan selanjutnya, belum menggambarkan keseluruhan peri kehidupan dan perilaku rayap, karena untuk menulisnya secara memadai mungkin diperlukan dua jilid buku yang tebalnya masing-masing sekitar 600 halaman, sebagaimana suntingan Krishna dan Weesner. Perilaku rayap sebagai serangga sosial saja jika akan dijelaskan secara menyeluruh memerlukan pembahasan yang panjang lebar dari berbagai segi seperti perilaku makan, membuat sarang dan liang kembara, penyerangan, komunikasi, peran feromon dalam perkembangan (ontogenesis) dan aspek-aspek perilaku lainnya yang dalam banyak hal agak berbeda dari serangga-serangga sosial lainnya. Derajat kemiripan dalam bentuk dan perilaku di antara jenis-jenis rayap juga menimbulkan banyak masalah dalam taksonomi rayap. Keadaan ini menyebabkan beberapa kasus penamaan ganda, karena tak jarang terjadi sejenis rayap yang telah didekripsi seorang pengarang ternyata spesies yang persangkutan telah diberi nama sebelumnya oleh pengarang lain. Dalam banyak hal, para pengarang/pakar taksonomi mengandalkan pada ukuran badan yang ternyata manfaatnya sangat terbatas, demikian pula jumlah ruas antena (misalnya: Cryptotermes javanicus Kemner, C. buiterzorgi Kalshoven dan C. cynocephalus Light ). Oleh karenanya maka bahasan hanya mencakup garis-garis besarnya saja. Untuk mengetahui lebih banyak dan lebih luas pembaca memerlukan kepustakaan yang dirujuk dalam tulisan ini. Pengenalan: semut vs. rayap Dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal jenis-jenis serangga yang umum kita sebut rayap. Sebutan lain yang juga umum adalah semut putih. Di Sumatera digunakan istilah anai-anai di Jawa rangas, sedangkan beberapa jenis rayap di daerah Jawa Barat disebut rinyuh, sumpiyuh. Bergantung jenisnya, panjang tubuh rayap berkisar di antara 4 - 11 mm, dan umumnya individu-individu rayap yang tak bersayap berwarna keputih-putihan. Dari sini muncul nama “semut putih”. Di antara jenis-jenis rayap banyak yang mirip satu sama lain sehingga bagi mereka yang belum terlatih, agak sulit membedakannya, kecuali beberapa jenis yang umum seperti rayap kayu kering (Cryptotermes) yang menghuni dan makan kayu kering, dan rayap subteran (seperti Macrotermes) yang sarang koloninya umumnya terdapat dalam tanah lembab, dengan ukuran tubuh relatif besar. Penampilan rayap memang mirip semut. Tetapi perbedaannya cukup banyak, bahkan semut merupakan salah satu musuh utama dari rayap. Dari segi sistematika/filogenetika semut mendekati golongan lebah, sehingga kedua serangga ini dicakup dalam Ordo Hymenoptera (bersayap selaput). Gambar 2: Semut (kiri) dan prajurit rayap (kanan). (Arsip PSIH IPB). Jika kita mengamati seekor semut atau seekor lebah, secara morfologik tampak batas yang jelas antara bagian "dada" (toraks) dan "perut" (abdomen), bahkan pada beberapa jenis lebah batas ini demikian mencolok sehingga menggenting (dengan pinggang yang sangat kecil). Pada jenis-jenis rayap, batas antara toraks dan abdomen kurang jelas, atau secara awam kita katakan "rayap tidak memiliki pinggang yang ramping". Individu bersayap yang lazim disebut laron (atau sulung, alata, alates ), memiliki sepasang sayap yang dalam keadaan diam cara melipatnya memanjang lurus ke belakang, seperti halnya jenis-jenis belalang dan lipas berbeda dengan Hymenoptera yang terlipat dalam beberapa simpul, sebelum memanjang ke belakang. Bedasarkan tekstur dan struktur sayap maka rayap digolongkan dalam satu ordo tersendiri yaitu Isoptera (bersayap sama). Dari perilaku hidupnya, perbedaan utama antara rayap dengan semut adalah, semut mencari makan lebih "terbuka", sedangkan rayap selalu "tertutup", menutup jalur-jalur kembaranya dengan bahan-bahan tanah. Perkembangan hidup rayap adalah melalui metamorfosa hemimetabola , yaitu secara bertahap, yang secara teori melalui stadium (tahap pertum­buhan) telur, nimfa dan dewasa. Walaupun stadium dewasa pada serangga umumnya terdiri atas individu-individu bersayap (laron), karena sifat polimorfismenya maka di samping bentuk laron yang bersayap, stadium dewasa rayap mencakup juga kasta pekerja yang bentuknya seperti nimfa yang berwarna keputih-putihan, dan kasta prajurit yang berbentuk khusus dan berwarna lebih kecoklatan. Sedangkan pada semut perkembangannya adalah holometabola, yaitu melalui tahap-tahap pertumbuhan telur, larva, nimfa dan dewasa (alates dan pekerja yang tak bersayap). Perbedaan lain antara rayap dan semut masih sangat banyak tapi kita tidak akan membahasnya di sini. Yang pasti, tidak seperti rayap yang memerlukan kayu (selulosa ) sebagai makanan pokok, semut makanan pokoknya bukan kayu, tetapi macam-macam, dari serat sampai gula. Sebaran dan makanan Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate ) dengan batas-batas 50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Dari perilaku makan yang demikian kita menarik kesimpulan bahwa rayap termasuk golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem kita. Mereka merupakan konsumen primer dalam rantai makanan yang berperan dalam kelangsungan siklus beberapa unsur penting seperti karbon dan nitrogen. Tapi masalahnya adalah manusia juga merupakan konsumen primer yang memerlukan hasil-hasil tanaman bukan saja untuk makanannya tetapi juga untuk membuat rumah dan bangunan-bangunan lain yang diperlukannya. Di sinilah letak permasalahannya, sehingga manusia bersaing dengan rayap. Semula agak mengherankan para pakar bahwa rayap mampu makan (menyerap) selulosa karena manusia sendiri tidak mampu mencernakan selulosa (bagian berkayu dari sayuran yang kita makan, akan dikeluarkan lagi !), sedangkan rayap mampu melumatkan dan menyerapnya sehingga sebagian besar ekskremen hanya tinggal lignin saja. Keadaan menjadi jelas setelah ditemukan berbagai protozoa flagellata dalam usus bagian belakang dari berbagai jenis rayap (terutama rayap tingkat rendah: Mastotermitidae, Kalotermitidae dan Rhinotermitidae), yang ternyata berperan sebagi simbion untuk melumatkan selulosa sehingga rayap mampu mencernakan dan menyerap selulosa. Bagi yang tak memiliki protozoa seperti famili Termitidae, bukan protozoa yang berperan tetapi bakteria -- dan bahkan pada beberapa jenis rayap seperti Macrotermes , Odontotermes dan Microtermes memerlukan bantuan jamur perombak kayu yang dipelihara di "kebun jamur" dalam sarangnya. Perilaku makan Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding behavior ) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Memang ada yang relatif awet seperti bagian teras dari kayu jati tetapi kayu jati kini semakin langka. Untuk mencapai kayu bahan bangunan yang terpasang rayap dapat "keluar" dari sarangnya melalui terowongan-terowongan atau liang-liang kembara yang dibuatnya. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan. Hal ini menerangkan mengapa kadang-kadang dalam satu malam saja rayap Macrotermes dan Odontoterme s telah mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan tidak dilindungi. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah. Juga tidak membentuk terowongan-terowongan panjang untuk menyerang obyeknya. Mereka bersarang dalam kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja. Ada pula rayap yang makan kayu yang masih hidup dan bersarang di dahan atau batang pohon, seperti Neotermes tectonae yang menimbulkan kerusakan (pembengkakan atau gembol) yang dapat menyebabkan kematian pohon jati. Penggolongan menurut habitat atau perilaku bersarang. Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut : 1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati. 2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae). 3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalo­termitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering. 4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macr­otermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Coptotermes pernah diamati menyerang bagian-bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang-Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak meyebabkan kerugian pada bangunan. 5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan rayap subteran yang sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya. Taksonomi rayap selayang pandang Taksonomi atau penggolongan jenis-jenis rayap merupakan salah satu misteri dunia insekta karena tingginya tingkat kemiripan antar jenis rayap dalam masing-masing famili. Kiranya kita tak perlu sangat memusingkan jenis-jenis (spesies) rayap ini. Hal yang penting adalah dapat mengenal tipe-tipe seperti telah disebut di muka. Pada umumnya rayap yang terdapat dalam satu kategori memiliki kemiripan dalam hampir semua segi perilakunya, sehingga metoda pengendalianyapun dapat disamakan. Dapat dikatakan bahwa terdapat tiga famili rayap perusak kayu (yang dianggap sebagai hama), yaitu famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae. Kalotermitidae diwakili oleh Neotermes tectonae (hama pohon jati) dan Cryptotermes spp. (rayap kayu kering); Rhinotermitidae oleh Coptotermes spp dan Schedorhinotermes, sedangkan Termitidae oleh Macrotermes spp., Odontotermes spp. dan Microtermes spp.). Masih banyak jenis-jenis rayap yang juga penting tetapi agak jarang dijumpai menyerang bangunan. Misalnya jenis-jenis Nasutitermes (famili Termitidae), yang pada dahi prajuritnya terdapat "tusuk" (seperti hidung: nasus, nasute), dan mampu melumpuhkan lawannya bukan dengan menusuknya tetapi meyemprotkan cairan pelumpuh berwarna putih, melalui saluran dalam "tusuk"nya. Gambar 3. Berturut-turut dari kiri ke kanan, mulai dari atas: prajurit Macrotermes gilvus, prajurit Microtermes sp., prajurit Nasutitermes sp, prajurit Cryptotermes cynocephalus dan ratu Coptotermes curvignathus. (Arsip PSIH IPB). Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh cara mendeterminasi jenis rayap perusak kayu, dapat digunakan kunci yang disusun penulis (lihat kepustakaan nomor 7 pada akhir tulisan ini). Koloni rayap -- masyarakat kriptobiotik Jika kita menilik kehidupan rayap, kita tak akan menjumpai seekor rayap yang mengembara sendirian seperti halnya kupu-kupu yang terbang solo atau kumbang yang makan sendirian (soliter). Sebagai serangga sosial rayap hidup dalam masyarakat yang disebut koloni. Jika kita hendak menguji keampuhan obat (insektida) terhadap beberapa ekor ayap dari kasta yang sama (misalnya kasta pekerja) yang dipisahkan dari koloninya, maka hasilnya akan sia-sia. Karena tanpa diberi racunpun mereka akan mati. Mengeluarkan individu rayap dari koloninya, sama saja dengan membunuhnya. Mereka hanya bisa hidup jika (dan hanya jika) mereka berada dalam masyarakatnya (koloninya). Mengapa demikian ? Karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Ibarat seorang penderita penyakit yang seumur hidupnya mutlak memerlukan sejenis obat yang selalu ditelannya pada saat-saat tertentu, dan jika diumpamakan bahwa obat itu tak dapat dibawanya ke mana-mana, hanya dapat disimpan di rumahnya, berarti ia tak dapat meninggalkan rumahnya. Ia dapat hidup normal jika rumahnya ia perpanjang dengan menambah lorong-lorong sempit, misalnya ke tempat kerjanya, ke sekolah, ke pasar dsb. Dan lorong-lorong sempit yang tertutup ini merupakan bagian dari rumahnya, di mana ia dapat memperoleh obat demi kelangsungan hidupnya. Demikianlah halnya dengan kehidupan rayap. Hal ini dapat kita amati pada kehidupan rayap subteran. Ia hanya dapat mencapai makanannya (bangunan atau kayu) dengan menambah-nambah panjang "rumahnya" dengan membuat terowongan-terowongan kembara, yaitu jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat sarang ke arah kembara di mana makanannya berada, yang hanya dapat dilalui sekaligus oleh sekitar 3 - 4 ekor rayap. Terowongan kembara ini ditutupnya dengan bahan-bahan tanah sehingga pada galibnya liang-liang kembara tetap merupakan bagian dari sarang koloninya. Dengan adanya liang-liang tertutup ini maka praktis seluruh ruangan dari sarang rayap termasuk liang-liang kembara merupakan lingkungan yang sangat lembab yang menjamin kehidupan rayap tanah atau rayap subteran.Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat rayap, terdapat beberapa istilah kunci yang perlu diungkapkan, yaitu : polimorfi, feromon, trofalaksis, dan homeostatis. Gambar 4. Ratu rayap dikelilingi pekerja dan prajurit (kiri) dan individu-individu rayap Coptotermes yang bergerombol (kanan). (Arsip PSIH IPB. Polimorfi -- masyarakat "komune" dalam kasta-kasta Sebagian masyarakat juga sudah mengetahui bahwa dalam koloni setiap jenis rayap, terdapat beberapa kasta individu yang wujudnya berbeda, yaitu: 1. Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk "ratu" atau "raja" baru dari individu lain (biasanya dari kasta pekerja) tetapi ukuran abdomen ratu baru tak akan sangat membesar seperti ratu asli. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten. Jadi, dengan membunuh ratu atau raja kita tak perlu sesumbar bahwa koloni rayap akan punah. Bahkan dengan matinya ratu, diduga dapat terbentuk berpuluh-puluh neoten yang menggantikan tugasnya untuk bertelur. Dengan adanya banyak neoten maka jika terjadi bencana yang mengakibatkan sarang rayap terpecah-pecah, maka setiap pecahan sarang dapat membentuk koloni baru. 2. Kasta prajurit . Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati. Mandibel bertipe gunting (yang bentuknya juga bermacam-macam) umum terdapat di antara rayap famili Termitidae, kecuali pada Nasutitermes ukuran mandibelnya tidak mencolok tetapi memiliki nasut (yang berarti hidung, dan penampilannya seperti "tusuk") sebagai alat penyemprot racun bagi musuhnya. Prajurit Cryptotermes memiliki kepala yang berbentuk kepala bulldogtugasnya hanya menyumbat semua lobang dalam sarang yang potensial dapat dimasuki musuh. Semua musuh yang mencapai lobang masuk sulit untuk luput dari gigitan mandibelnya. Pada beberapa jenis rayap dari famili Termitidae seperti Macrotermes, Odontotermes, Microtermes dan Hospitalitermes terdapat prajurit dimorf (dua bentuk) yaitu prajurit besar (p. makro) dan prajurit kecil (p. mikro) 3. Kasta pekerja. Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 persen populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Tugasnya melulu hanya bekerja tanpa berhenti hilir mudik di dalam liang-liang kembara dalam rangka mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan-terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, dan -- membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri. Dari kenyataan ini maka para pakar rayap sejak abad ke-19 telah mempostulatkan bahwa sebenarnya kasta pekerjalah yang menjadi "raja", yang memerintah dan mengatur semua tatanan dan aturan dalam sarang rayap. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap. Feromon penanda jejak dan pendeteksi makanan. Telah merupakan suatu diktum bahwa rayap (pekerja dan prajurit) itu buta. Mereka jalan beriiringan atau dapat menemukan obyek makanan bukan karena mereka mampu melihat atau mencium bau melalui "hidung". Kemampuan mende­eksi dimungkinkan karena mereka dapat menerima dan menafsirkan setiap bau yang esensial bagi kehidupannya melalui lobang-lobang tertentu yang terdapat pada rambut-rambut yang tumbuh di antenanya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endokrin., tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan empengaruhi individu lain yang sejenis. Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada didepan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makannannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya. Feromon dasar: pengatur perkembangan Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar (primer pheromones ). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/ embentukan neoten disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi kelamin. Segera setelah ratu mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat dihambat. Feromon dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif. Dilihat dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan bagian-bagian dari anggota badan supra-organisma itu. Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu koloni biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki pekerja yang sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2 - 4 persen). Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena terdapat banyak semut di sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan untuk mempertahankan sarang. Trofalaksis: masyarakat rayap yang terintegrasi Rayap muda yang baru saja ditetaskan dari telur belum memiliki protozoa yang diperlukannya untuk mencernakan selulosa. Demikian pula setiap individu rayap yang baru saja berganti kulit tak memiliki protozoa karena simbion ini telah keluar bersama kulit yang ditanggalkannya (karena kulit usus juga ikut berganti). Individu rayap tersebut diberi "re-infeksi" protozoa oleh para pekerja dengan melalui trofalaksis. Trofalaksis adalah perilaku berkerumun di antara anggota-anggota koloni, dan saling "menjilat" anus dan mulut. Dengan perilaku ini protozoa dapat ditularkan kepada individu-individu yang memerlukannya. Penyebaran feromon dasar juga diduga terlaksana melalui perilaku trofalaksis . Strategi pengendalian Dari uraian di muka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa untuk menghindar atau meminimumkan kemungkinan terjadinya serangan rayap pada bangunan perlu diperhatikan hal-hal berikut. 1. Hindari adanya bahan-bahan kayu seperti sisa-sisa tunggak pohon di sekitar halaman bangunan, yang potensial untuk menjadi sumber infeksi rayap. Demikian pula adanya pohon-pohon tua yang sebagian jaringan pohon maupun akarnya telah mati merupakan sumber makanan rayap dan dapat menjadi lokasi sarang perkembangan koloni rayap. 2. Hindari kontak antara tanah dengan bagian-bagian kayu dari bangunan. Walaupun cara ini tidak mutlak mampu mencegah serangan rayap karena rayap mampu membuat terowongan kembara di atas tembok, lantai dan dinding untuk mencapai obyek kayu makanannya tetapi bagi bangunan sederhana cara ini dapat memperlambat serangan rayap, dan adanya terowongan-terowongan dapat dideteksi. 3. Pergunakan kayu yang awet (seperti bagian teras kayu jati), atau kayu yang telah diawetkan dengan bahan-bahan pengawet anti rayap. Untuk kayu-kayu yang digunakan di bawah atap jenis-jenis garam pengawet seperti garam Wolman dengan retensi yang cukup telah memadai, sedangkan bagi kayu di luar bangunan diperlukan bahan pengawet larut minyak seperti kreosot . 4. Cara yang paling efektif adalah melindungi bangunan dengan cara membuat "benteng yang kuat terhadap rayap" di bagian fondasi dengan cara menyampur bahan fondasi dengan termitisida atau memperlakukan tanah di bawah dan di sekitar fondasi dengan termitisida yang tahan pencucian (persisten) serta memiliki afinitas dengan tanah. 5. Jika bangunan telah terserang, gunakanlah cara-cara pengendalian yang ramah lingkungan, seperti dengan pengumpanan dan pengendalian koloni dengan menggunakan insektisida penekan pertumbuhan kutikel seperti heksaflumuron dsb. Kepustakaan Howse, P.E. 1970. Termites: A Study in Social Behaviour. Hutchinson University Library. London. 150 p. Harris, W.V. 1961. Termites. Their Recognition and Control. Longmans, Green and Co. Ltd., London. 186 p. Kofoid, C. A. (ed.). 1946. Termites and Termite Control. Univ. of Calif. Press, Berkeley. 795 p. Krishna, K dan F.M. Weesner (Eds.). 1969/1970. Biology of Termites, Vol. I dan II. Academic Press, New York etc. Vol I 598 p, Vol. II 643 p. Nandika, Dodi dan B. Tambunan. 1990. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Fakultas Kehutanan IPB. Natawiria, Djatnika. 1986. Peranan Rayap dalam Ekosistem Hutan. Prosiding Seminar Nasional Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri, 20 Desember 1986. FMIPA-UI dan Dephut. p. 168 - 177. Tarumingkeng, Rudy C. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia. Lap. L.P.H. No. 138. 28 p. Tarumingkeng, Rudy C., H.C. Coppel dan F. Matsumura. 1976. Morphology and Ultrastructure of the Antennal Chemoreceptors of Worker Coptotermes formosanus Shiraki. Cell and Tissue Research (Springer Verlag) 173 : 173 - 178.